JAKARTA - PT PLN (Persero) menegaskan target operasi komersial Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Mataloko pada 2027.
Proyek ini memiliki kapasitas awal 2x10 MW dan ditujukan untuk memperkuat pasokan listrik berbasis energi terbarukan di Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Bobby Robson Sitorus, Manager Perizinan dan Komunikasi PLN UIP Nusa Tenggara, menjelaskan pembangunan infrastruktur PLTP Mataloko telah memasuki tahap akhir. Proses ini mencakup penyelesaian wellpad, pembangunan jalan sepanjang 7 km, dan persiapan untuk pengeboran.
Infrastruktur yang matang menjadi kunci agar tahap berikutnya, pengeboran dan pemasangan pembangkit, dapat berjalan sesuai jadwal tanpa hambatan.
"Total progres sampai saat ini untuk pengadaan tanah sudah 100%, perizinan 100%, dan konstruksi infrastruktur sekitar 89%. Diperkirakan akhir tahun ini sudah rampung sepenuhnya," ungkap Bobby. PLN terus menyiapkan segala kebutuhan teknis untuk memastikan proyek dapat mencapai Commercial Operation Date (COD) pada 2027.
Tantangan Air dan Dukungan Masyarakat
Salah satu tantangan utama proyek PLTP Mataloko adalah pemanfaatan water supply dari Sungai Tiwu Bala, yang hingga saat ini masih memerlukan persetujuan dari masyarakat sekitar.
PLN bersama Balai Wilayah Sungai (BWS) telah melakukan perhitungan debit dan kebutuhan air untuk proses konstruksi agar operasional berjalan efisien tanpa merusak lingkungan.
PLN aktif melakukan sosialisasi untuk mendapatkan dukungan warga setempat, menekankan manfaat proyek bagi pertumbuhan ekonomi lokal dan pasokan listrik yang lebih stabil.
Bobby menambahkan bahwa keberhasilan memperoleh persetujuan masyarakat menjadi salah satu faktor penting agar pembangunan dan operasional PLTP dapat berlangsung sesuai target.
"Sambil menunggu persetujuan, kami tetap melanjutkan pembangunan 4 wellpad (A, B, C, D) dan infrastruktur penunjang lainnya. Hal ini untuk memastikan tidak ada waktu yang terbuang dalam proses pengerjaan pembangkit," ujarnya.
Proses Pengeboran dan Pembangkit Geotermal
Tahap pengeboran untuk satu titik wellpad diperkirakan membutuhkan waktu 6–7 bulan. Selanjutnya, pembangunan pembangkit listrik akan berlangsung selama 15–18 bulan. Dengan perhitungan tersebut, total durasi hingga operasional penuh hampir mencapai 2,5–3 tahun.
Setiap wellpad ditargetkan menghasilkan 10 MW, sehingga tahap awal PLTP Mataloko memanfaatkan dua wellpad untuk kapasitas total 20 MW. Penambahan wellpad di tahap berikutnya akan dilakukan setelah evaluasi kualitas uap geotermal.
Bobby menekankan pentingnya mendapatkan kualitas uap yang optimal agar setiap wellpad dapat bekerja maksimal.
“Kalau satu wellpad bisa menghasilkan 10 MW, ya gunakan. Sisanya akan dikembangkan nanti sesuai hasil produksi,” jelasnya. Hal ini menunjukkan strategi PLN yang fleksibel dalam pengelolaan pembangkit, memaksimalkan kapasitas awal sambil menyiapkan pengembangan tambahan.
Peran PLTP Mataloko dalam Energi Terbarukan NTT
PLTP Mataloko menjadi proyek strategis PLN dalam mendorong kemandirian energi di NTT. Proyek ini merupakan bagian dari pengembangan energi terbarukan, seiring upaya pemerintah dan PLN memperluas bauran energi berbasis geotermal dan surya.
Keberadaan PLTP Mataloko diharapkan dapat menambah pasokan listrik yang stabil bagi masyarakat dan sektor ekonomi lokal, termasuk pariwisata dan industri. Dengan kapasitas awal 20 MW, proyek ini menjadi salah satu tonggak penting untuk memaksimalkan potensi geotermal Flores.
Bobby menegaskan, pengembangan PLTP tidak hanya menyasar pasokan listrik, tetapi juga mendukung pertumbuhan ekonomi daerah, menciptakan lapangan kerja, dan meminimalkan ketergantungan energi fosil.
Proyek ini menjadi contoh nyata sinergi antara PLN dan masyarakat setempat dalam memajukan energi bersih dan berkelanjutan di Indonesia.