JAKARTA - Kunjungan Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar ke Vatikan pada Senin (28/10/2025) menjadi momen penuh kenangan. Dalam forum internasional bertajuk Daring Peace yang digelar di Roma, ia mengenang sosok Paus Fransiskus yang telah berpulang. Forum tersebut dipimpin oleh Presiden Komunitas Sant’Egidio, Profesor Marco Impagliazzo, dan dihadiri oleh berbagai tokoh lintas agama dari lebih dari 50 negara, termasuk para kardinal, uskup, pastor, serta suster.
Dalam suasana yang sarat makna, Menag Nasaruddin mengenang kembali pertemuannya dengan Paus Fransiskus yang menjadi simbol ketulusan dan persaudaraan lintas iman. Ia menyampaikan bahwa hubungan persahabatan mereka bukan sekadar hubungan diplomatik antaragama, melainkan bentuk kedekatan spiritual yang mendalam. Kenangan itu muncul kembali saat ia berdiri di forum yang sama, kali ini tanpa kehadiran sosok pemimpin umat Katolik tersebut.
Kenangan Mendalam tentang Sosok Paus Fransiskus
Dalam refleksinya, Nasaruddin menceritakan bahwa kabar wafatnya Paus Fransiskus ia terima hanya beberapa jam setelah menerima undangan untuk berbicara dalam forum perdamaian Sant’Egidio. Ia mengungkapkan bahwa berita duka itu sempat membuatnya sulit percaya. Ingatannya langsung kembali pada momen-momen kebersamaan dengan Paus yang dikenal dengan kesederhanaannya.
Nasaruddin menuturkan bahwa pertemuan mereka di masa lalu meninggalkan kesan yang tak tergantikan. Ia mengenang bagaimana kebersamaan mereka dipenuhi rasa saling hormat dan kasih antarsesama manusia. Dalam hatinya, ia merasa kehilangan sosok yang menjadi panutan dalam memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan dialog antaragama.
Ketika berdiri di hadapan peserta forum, Nasaruddin mengakui bahwa emosinya sempat tak terbendung. Ia terdiam sejenak sebelum melanjutkan pidato. Para tamu undangan pun larut dalam keheningan, merasakan kesedihan yang sama. Ia menyebut bahwa perasaan yang muncul bukan hanya karena kehilangan seorang tokoh besar dunia, tetapi juga kehilangan sahabat spiritual yang selama ini ia hormati dan kagumi.
Makna Persaudaraan dalam Dialog Antariman
Nasaruddin kemudian mengenang salah satu perbincangan pentingnya dengan Paus Fransiskus. Dalam sebuah percakapan, Paus pernah menyinggung ajaran yang tertuang dalam Ensiklik Fratelli Tutti—sebuah dokumen penting yang menyerukan agar umat manusia hidup dalam semangat persaudaraan yang melampaui perbedaan agama, ras, dan kebangsaan.
Menag Nasaruddin menilai pandangan tersebut sangat sejalan dengan nilai-nilai Islam tentang kemanusiaan universal. Ia menjelaskan bahwa dalam Islam, persaudaraan manusia ditempatkan di atas batasan agama dan suku, karena seluruh manusia pada dasarnya diciptakan dari satu sumber yang sama. Dalam pandangannya, pesan Paus Fransiskus itu menegaskan pentingnya kesadaran akan kemanusiaan sebagai fondasi bersama bagi perdamaian dunia.
Ia menuturkan bahwa dalam momen itu, baik dirinya maupun Paus Fransiskus menyadari bahwa ajaran dalam kitab suci masing-masing menuntun pada pesan yang serupa—bahwa kemanusiaan adalah nilai tertinggi yang harus dijaga. Kesadaran itulah yang kemudian mempererat hubungan di antara keduanya dan menjadi dasar bagi kerja sama antaragama yang lebih luas.
Forum Perdamaian dan Semangat Lintas Agama
Forum internasional Daring Peace yang dihadiri Nasaruddin di Vatikan tersebut bukan sekadar ajang diskusi, melainkan wadah nyata untuk memperkuat solidaritas lintas agama. Dalam forum yang dipimpin oleh Profesor Marco Impagliazzo itu, para peserta membahas berbagai isu global, mulai dari konflik kemanusiaan hingga tantangan menjaga toleransi di tengah perbedaan.
Nasaruddin menegaskan bahwa perdamaian tidak dapat diwujudkan tanpa semangat saling menghormati dan kesediaan untuk memahami keyakinan satu sama lain. Ia menilai bahwa ajaran Paus Fransiskus tentang kasih dan empati menjadi teladan universal yang perlu diteladani oleh semua pemimpin agama.
Sebagai perwakilan Indonesia, Menag juga menyampaikan pandangannya mengenai peran dunia Islam dalam membangun perdamaian global. Ia menggarisbawahi pentingnya moderasi beragama sebagai jembatan bagi terciptanya harmoni sosial. Dalam konteks tersebut, pengalaman pribadi Nasaruddin bersama Paus Fransiskus menjadi contoh nyata bagaimana dialog lintas iman dapat memperkuat nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Nilai Kemanusiaan yang Melampaui Perbedaan
Bagi Nasaruddin, perjumpaannya dengan Paus Fransiskus bukan sekadar pertemuan antarpejabat agama, tetapi pertemuan dua hati yang memiliki visi kemanusiaan serupa. Ia menilai, ketulusan Paus dalam menyambutnya dan cara beliau memperlakukan setiap orang dengan hormat mencerminkan nilai-nilai spiritual yang sangat dalam.
Nasaruddin juga mengenang momen ketika dirinya dan Paus berjabat tangan sambil berjalan. Ia merasakan bahwa gestur itu bukan sekadar formalitas seremonial, melainkan simbol kasih yang tulus dan keakraban lintas keyakinan. Dalam pandangannya, pengalaman tersebut menjadi pelajaran berharga tentang arti persaudaraan sejati di tengah keberagaman dunia.
Di hadapan para peserta forum, Nasaruddin menegaskan kembali pesan penting Paus Fransiskus yang menyerukan agar umat manusia hidup saling menghargai tanpa melihat perbedaan agama, ras, maupun bangsa. Ia menutup refleksinya dengan mengingat kembali pesan Paus yang pernah disampaikan padanya, bahwa dunia akan damai jika manusia memandang satu sama lain sebagai saudara.
Kenangan akan persahabatan antara Nasaruddin Umar dan Paus Fransiskus menjadi simbol bagaimana hubungan lintas agama dapat tumbuh di atas dasar rasa saling percaya dan kemanusiaan. Di tengah perbedaan, keduanya menunjukkan bahwa nilai-nilai cinta kasih dan penghormatan terhadap sesama adalah fondasi sejati dari perdamaian dunia.